Pengusaha Ritel Teriak Barang-Barang Impor Kian Menggila
Pengusaha Ritel Teriak Barang Impor Kian Menggila serangan produk import tengah menghantui Indonesia akhir-akhir ini. Banyak keluh kesah baik dari pedagang, federasi usaha. Atau warga berkaitan dengan ramainya peredaran barang import di pasar tradisionil sampai sepinya beberapa pasar tradisionil, mengakibatkan ramai import illegal dan PHK pegawai.
Sekretaris Jenderal Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Haryanto Pratantara menyebutkan ini semestinya jadi perhatian serius pemerintahan untuk mengatur kembali masuknya barang import yang bisa mengusik warga dan pasar dalam negeri.
“Banyak beberapa barang import yang masuk ke dalam Indonesia secara illegal. Banyak di pasarkan-belikan di eCommerce, bahkan juga di TikTok. Mereka tawarkan barang pada harga yang murah. Jika ini di diamkan, ekonomi kita akan terusik,” ucapnya dalam pertemuan jurnalis di Sarinah, Jumat (5/7/2024).
Pemerintahan sendiri sudah mengatakan akan konsentrasi pada pengetatan import komoditas tertentu yang di tentukan di antaranya baju maka bermainan beberapa anak, electronic, alas kaki, kosmetik, sampai barang tekstil telah menjadi yang lain, obat tradisionil dan suplemen kesehatan, dan produk tas.
Ada pula kekuatan mengganti peraturan pemantauan dari awal sebelumnya post border jadi di border dengan pemenuhan lartas Kesepakatan Import (Pl) dan Laporan Surveyor (L5). Adapun pengenaan bea masuk tinggi akan semakin berpengaruh cuma ke importir legal.
“Tambahan Bea Masuk Perlakuan Penyelamatan (BMTP) akan mempengaruhi yang melapor, yakni yang legal . Maka apa itu akan kurangi (import ilegal)? Tidak . Maka tidak ada fungsinya di tambahkan berapa saja besarannya,” kata Haryanto.
Dalam pada itu, Ketua Umum Federasi Pengurus Pusat Berbelanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menyebutkan pemerintahan perlu menegaskan peraturan yang akan keluar. Masalahnya Permendag 8/2024 atau Permendag 36/2024 mengenai Peraturan dan Penataan Import sedikit meminimalkan import ilegal.
“Permendag 36 sampai Permendag 8 dan sebagainya itu benar-benar sebelumnya tidak pernah sentuh import ilegal . Maka ketentuan apa pun itu yang di edarkan tidak menuntaskan permasalahan, karena tidak sentuh import ilegalnya,” kata Alphonzus.
Permintaan yang Melonjak
Peningkatan permintaan terhadap barang-barang impor menandai pergeseran dalam perilaku belanja global. Konsumen kini lebih terbuka terhadap produk-produk dari luar negeri karena mereka mencari kualitas, gaya, atau harga yang tidak dapat ditemukan dalam produk lokal. Hal ini terutama berlaku untuk barang-barang seperti pakaian fashion, gadget elektronik, dan peralatan rumah tangga yang sering kali memiliki reputasi lebih baik atau fitur yang lebih inovatif dari produk lokal.
Baca juga: UU Cipta Kerja Untungkan UMKM Ini Alasannya
Tantangan dalam Distribusi dan Penyesuaian
Meskipun meningkatnya permintaan, pengusaha ritel menghadapi tantangan dalam hal distribusi dan penyesuaian dengan regulasi impor yang berbeda-beda di setiap negara. Proses pengiriman, biaya bea cukai, dan peraturan perdagangan internasional menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi biaya dan ketersediaan barang impor di pasar lokal. Selain itu, pengusaha juga harus mempertimbangkan perbedaan dalam preferensi konsumen dan siklus musiman di negara asal barang.
Strategi Pengusaha Ritel
Untuk mengatasi tantangan ini, banyak pengusaha ritel mengadopsi strategi yang lebih fleksibel dalam manajemen rantai pasokan dan penyediaan barang. Kemitraan dengan distributor lokal atau pemasok internasional yang handal sering kali menjadi kunci untuk memastikan ketersediaan stok yang stabil dan memenuhi permintaan pelanggan. Selain itu, mereka juga fokus pada inovasi dalam pemasaran dan promosi untuk meningkatkan daya tarik barang-barang impor di pasar lokal.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi sektor ritel, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi negara-negara yang menjadi tujuan utama impor. Peningkatan perdagangan internasional dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang positif dan menciptakan lapangan kerja dalam sektor distribusi dan ritel. Namun, hal ini juga memicu diskusi tentang perlindungan produk lokal dan keberlanjutan lingkungan dalam rantai pasokan global.